Senin, 27 April 2015

Termometer Termokopel

Termometer termokopel dibuat berdasarkan pada: 
(1) adanya gaya gerak listrik (ggl) Seebeck, 
(2) adanya ggl Peltier, dan 
(3) adanya ggl Thomson pada sambungan dua logam yang berbeda jenisnya, serta
(4) adanya perubahan temperatur pada sambungan dua logam. Ini berarti termometer termokopel dibuat berdasarkan pada hasil percobaan Seebeck, Peltier, dan Thomson.

Pada tahun 1826 Thomas Johann Seebeck menemukan bahwa ggl dapat ditimbulkan dengan cara-cara termal. Jika logam A disambungkan dengan logam B dan kedua sambungan berbeda temperaturnya, maka akan timbul ggl termal atau ggl Seebeck yang disebabkan karena adanya kerapatan elektron bebas dalam logam yang berbeda temperaturnya. 

 Apabila dua logam A dan B yang berlainan jenisnya disambungkan dan kedua sambungan itu berbeda temperaturnya, maka elektron-elektronnya berdifusi dari logam A ke logam B atau sebaliknya. Kedua sambungan berfungsi sebagai sumber ggl dan jika ada arus listrik dari logam yang satu ke logam lainnya, maka ada tenaga yang dibebaskan atau diabsorbsikan. Perpindahan tenaga ini berbentuk aliran kalor di antara sambungan dan sekelilingnya. 

Kalor ini disebut kalor Peltier (Jean C.A. Peltier adalah penemu kalor yang mengalir di antara dua sambungan logam yang berbeda jenisnya dan berlainan temperaturnya dan beliau adalah seorang ahli Ilmu Alam bangsa Perancis). Eksperimen menunjukkan, bahwa kalor Peltier yang dipindahkan pada setiap sambungan berbanding dengan jumlah muatan listrik yang melewati sambungan dan membalik arahnya apabila arus listrik juga membalik arahnya.

 Jumlah tenaga panas (dalam joule) yang diabsorbsikan atau dibebaskan pada sambungan logam-logam A dan B per jumlah muatan
listrik (dalam coulomb) yang dipindahkan disebut ggl Peltier (πAB). Jadi ( ) ( )
π AB = KalorPeltier joule/Q coulomb . . . . . (2.15) 

 Ternyata bahwa ggl Peltier (πAB) tidak hanya bergantung pada sifat kedua logam, tetapi juga pada temperatur sambungan dan tidak bergantung pada sambungan lain yang mungkin ada. Sir William Thomson (Lord Kelvin) menemukan, bahwa kepadatan elektron bebas akan berlainan dari titik ke titik dalam suatu kawat yang ujung-ujungnya mempunyai temperatur yang berbeda. 

Jadi, setiap bagian dari kawat yang temperaturnya berbeda atau tidak seragam (heterogen) merupakan sumber ggl. Apabila arus listrik mengalir dalam kawat yang temperaturnya tidak seragam, maka pada semua titik dalam kawat, kalor akan dibebaskan atau diabsorbsikan, dan kalor ini disebut sebagai kalor Thomson. Kalor Thomson sebanding dengan jumlah muatan listrik yang melewati bagian kawat dan sebanding dengan perbedaan temperatur antara ujung-ujung bagian kawat. Apabila suatu bagian kawat yang pendek (A) mempunyai perbedaan temperatur (dt), maka jumlah kalor yang dibebaskan atau diabsorbsikan (dalam joule) dalam bagian kawat per jumlah muatan listrik yang dipindahkan (dalam coulomb) disebut sebagai ggl Thomson (τA dt). Jadi ggl Thomson dapat dituliskan dalam persamaan berikut.


τ A =
KalorT son joule/Q coulomb . . . . . (2.16)

Jumlah ggl Thomson dalam kawat yang ujung-ujungnya mempunyai temperatur t1 dan t2 adalah:



t
τAdt. . . . . (2.17) 
21

 Eksperimen menunjukkan, bahwa kalor Thomson dapat dibalik dan tergantung dari sifat kawat serta temperatur rata-rata dari bagian kawat yang temperaturnya heterogen.
Pada hakikatnya, ggl Seebeck (εAB) pada termokopel adalah perpaduan dua ggl Peltier dan dua ggl Thomson yang persamaannya biasa disebut sebagai persamaan dasar termokopel yang ditulis sebagai berikut.


 ε = (π ) (π ) + (τ τ ) . . . . . (2.18) 


 
dengan t = temperatur sambungan percobaan (test junction) dan tR = temperatur sambungan penunjukan (reference junction) yang dibuat tetap. Jadi, dapat dinyatakan, bahwa Thermometric Property dari termometer termokopel adalah adanya ggl karena perubahan temperatur, sehingga ε = ε ( T ). Seperti apa bentuk persamaannya ? Adapun skematis termometer termokopel seperti gambar 2. 11 berikut 

 Pirometer Optik 
Pirometer Optik (Optis) merupakan termometer sekunder, dalam arti pirometer optik digunakan untuk mengukur temperatur di atas 10000C sampai 12000C. Mengapa demikian ? Karena suatu benda yang bertemperatur lebih dari 5000C akan memancarkan cahaya yang dapat dilihat (cahaya tampak).

 Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam kegelapan. Intensitas cahaya tampak akan meningkat dengan bertambahnya temperatur. Pada suatu benda yang bertemperatur 6000C akan tampak cahaya merah tua, pada temperatur 7000C tampak cahaya merah, pada temperatur 8500C tampak cahaya merah muda, dan jika temperaturnya 10000C tampak cahaya jingga kekuning-kuningan. 

Setelah temperatur benda lewat 10000C sampai 12000C, benda akan memancarkan cahaya putih kekuning-kuningan. Di atas temperatur 12000C, benda akan memancarkan cahaya dengan perubahan warna yang lambat dan perubahan intensitas yang cepat. Ini berarti, intensitas cahaya yang kelihatan oleh mata bertambah dengan sangat cepat dan intensitas segala warna bertambah serta warna cahaya mendekati maksimum (ingat grafik warna untuk mata dalam kuliah Optika). 
Prinsip dasar pengukuran temperatur dengan pirometer optik ada dua, yaitu: 
(1) dengan menentukan intensitas cahaya tampak, dan 
(2) dengan menentukan perbandingan dua intensitas cahaya tampak. Cara yang terbanyak digunakan adalah cara membandingkan dua intensitas cahaya tampak yang dipancarkan oleh benda hitam sempurna (black body radiator) dengan benda lain yang ditera. Jadi, Thermometric Property dari termometer pirometer optik adalah intensitas cahaya, sehingga: I = I( T ). 
 Jenis-jenis pirometer optik banyak ragamnya, antara lain: (1) pirometer optik penyinaran total yang didasarkan pada hukum Stefan – Boltzmann (Et = σo T4), dan (2) pirometer optik foto elektrik yang berdasarkan pada prinsip kerja fotosel

0 komentar:

Posting Komentar